Under Construction

Dibalik Batu Baterai dan Geraman Harimau

'Cerita dibalik Batu Baterai dan Geraman Harimau'
Siapa yang tidak mengenal dengan benda yang satu ini, pada masanya merupakan benda yang merupakan andalan untuk penyimpanan listrik yang mudah mendapatkannya atau membelinya, karena pada waktu itu sebagai sumber listrik untuk radio atau senter, sehingga hampir setiap rumah memiliki kedua alat elektronik tersebut.
Berbeda perlakuan terhadap benda ini dewasa ini, apabila sudah habis simpanan listrik didalamnya langsung dibuang begitu saja.
Lik Kasjo dan Tim di Tengah Hutan
Pada tahun 1980 an, saya masih ingat para orang tua setiap pagi menjemur baru baterai, sedikit aneh dalam benak saya. Setelah saya tanya apa gunanya dijemur, rupanya dengan menjemur batu baterai maka sumber listrik dalam baterai akan kembali walaupun tidak seperti baru saat membelinya. Secara ilmiah bahwa batu baterai didalamnya ada pasta yang akan mengental jika dipergunakan, sehingga waktu dijemur pasta kental akan mencair kembali.
Kita tinggalkan kandungan dan cara kerja kerja batu baterai karena sudah banyak artikel yang mengulasnya.
Kali ini kami berbagi pengalaman pribadi terkait dengan batu baterai.
Di tengah hutan dengan GPS
Berawal mendampingi tim untuk mencari titik batas lahan yang berada di tengah hutan, kami berempat yaitu Saya, Mas Suryo dan dibantu dua orang warga transmigran sebagai tenaga perintis hutan.
Agar kita dapat menerobos masuk hutan, dengan percaya diri (jiwa Muda) kita mulai pencarian pukul 13.00 WIB, dengan berbekal peralatan canggih yang namanya GPS (Global Positioning System), dimana dengan alat ini kita dapat mencari suatu lokasi dan dapat rekam jejak kita, sehingga kita tidak tersesat untuk kembali ketitik awal berangkat.
Pukul 16.00 Wib,  Mas Suryo berkata, “ Pak,  Baterai GPS habis/low”. Kita pun berhenti.  Saya balik bertanya, “Apa ada yang membawa baretai cadangan? “, jawabannya pun tidak.
Aku teringat jika baterai dijemur maka dapat dimanfaatkan lagi, dan aku sampaikan kepada Mas Suryo,  di tubuh kita yang memiliki suhu panas atau biasa dipakai untuk menempelkan alat ukur panas tubuh adalah “ketiak”, kami pun sepakat,  saya 'ngempit' (meletakkan di ketiak)  satu dan Mas Suryo juga ngempit satu,  sambil melanjutkan perjalanan, sekitar 15 menit baterai kita cobakan dan ternyata dapat mengaktifkan kembali GPS,  hingga dapat mengetahui arah yang kita tuju, dan baterai kembali low power,  kita ulangi pemanasan batu baterai di ketiak lagi,  hal ini kita lakukan berulang-ulang.
Pukul 17.30 langit mulai gelap, kita sepakat mengambil batu baterai dari ketiak,  dan kita pun kaget karena tanpa sengaja satu baterai yang Mas Suryo panasi di ketiak hilang.  Kami pun dengan sisa tenaga dan keyakinan tetap melanjutkan perjalanan untuk pulang, HP yang kami bawa tidak ada signal.
Masih bernasib baik,  saya dan Mas Suryo pelan tapi membuat nyali kecut mendengar geraman harimau,  dan kami berdua hanya saling berpandangan dan tidak menyampaikan dengan dua kawan,  karena takut berlari tak menentu.  “Saya ingat asal kita tidak takabur (sombong, red), binatang buas tidak mengganggu. Pernah mendengar pengalaman  tetangga di Aceh tersesat waktu mencari rotan,  setiap perjalannanya akan mengarah jauh ke tengah hutan selalu ada harimau yang melintas agak jauh didepannya,  maka tetangga saya berbelok arah, hingga sampai di batas hutan dengan ladang penduduk”.
Mendengar suara itu kemudian saya memberi kode telunjuk untuk arah lain yang harus kita lalui, tanpa banyak kata-kata.
Pukul 18.45 WIB,  salah satu warga yang bersama kami,  HP nya menerima bunyi SMS, ternyata HP dia sudah mendapat signal. Maka ketika kami berhenti dan lega.  Kita mencoba kirim SMS ke warga desa terdekat,  agar membunyikan pengeras suara masjid atau memukul besi jembatan. Untungnya sebelum masuk ke hutan, kami meminta beberapa nomor HP warga desa tersebut, yang akan kami hubungi kemudian kalau terjadi sesuatu di hutan.
Tak lama kemudian warga menuju pinggir hutan dimana tempat pertama kami mulai masuk dengan memukul besi jembatan dan membunyikan gergaji mesin, dengan suara-suara tersebut kami sampai di pinggir hutan sekitar pukul 20.30 WIB. Perjalan kembali ke tepi hutan memakan waktu yang cukup lama, karena tim sudah kehilangan arah, berarti besok kalau ke hutan lagi membawa kompas.
Dalam perjalanan pulang kembali, di dalam mobil mas Suryo, bertanya pada saya, “Pak tadi apa dengar tidak geraman harimau?", dan saya jawab “makanya saya mengajak berbelok arah,  dan saya ceritakan tentang tetangga yang tersesat tadi."
Akhirnya sampailah kami di desa yang lebih aman, desa kedua teman yang bersama saya, wah lega rasanya. Dan sayapun melanjutkan kembali ke rumah masing-masing.
Wah lega rasanya, baterai ketiak dan geraman harimau, cerita yang tak terlupakan.
Semoga cerita ini bermanfaat.
Ditulis oleh  Likkasjo.
26 Maret 2017

Related

Pengetahuan 5858025684702294204

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Recent

Hot in week

Rumah Sedekah

Iklan (dalam Persiapan)

FKDI

Iklan (dalam persiapan)

Pengunjung

Flag Counter
item